Trenggalek.
Sebuah kota di ujung selatan Jawa Timur,
yang berhadapan langsung dengan laut selatan, sedikit terdengar asing bagi
kalangan umum, namun membawa cerita indah tentang surga yang ada disana.
5 Agustus
2010, langkah kaki tergegas, mengepack barang bawaan yang siap menemani
perjalanan panjang menuju trenggalek, sebuah kota asing yang serasa
menyenangkan untuk dituju. Berawal dari usul salah satu teman saya yang bernama
gendut, untuk bermain ke rumah kakeknya yang kebetulan bertempat tinggal di
trenggalek yang mana berpapasan langsung dengan pantai selatan, katanya sih ada pantai indah tersembunyi
diantara tebing dan sawah warga yang ada. Akhirnya dengan keterbatasan
personil, berangkatlah 4 ekor anak, yang di kawangi gendut dan ipank dengan
motor megapro mereka, dan aku berdampingan bersama manyul dengan motor Honda
supra kesayangan. Berangkatlah dari semarang pukul 10.00 pagi, meleset dari
rencana awal yang berangkat jam 08.00, maklum kebiasaan sang Manyul untuk membudayakan
jam karet.
Perjalanan
awal terasa santai saja, motor berpacu 100 km/jam menembus terik dan padatnya
jalan raya semarang-solo, pukul 12.00 kebingungan arah di solo, namun akhirnya
sampai di wonogiri jam 13.00, motor terparkir di pom bensin dekat tugu selamat
datang kota wonogiri. Istirahat dan sedikit beribadah melepas sejenak lelah
yang ada. Pukul 13.30 bergegas merangsek kota wonogiri, jalan agak santai
berkisar 80 km/jam, untuk menikmati kota wonogiri yang baru saja kami selesai
lewati. Lama berjalan akhirnya cobaan pertama pun sampai, diantara keloknya
jalan dan hutan jati yang terjejer rapih, sepeda motor gendut bocor, yah namanya juga resiko berkendara,
tambal ban menjadi pelarian awal.
Pukul 14.30,
kembali bergegas agar matahari tidak terlalu cepat memejamkan cahayanya, dan
akhirnya 16.00 sampai di kota reog Ponorogo, jalanan ternyata dialihkan karena
adanya iringan karnaval kabupaten, semakin melambatkan laju dan merangsek
sela-sela kota Ponorogo, akhirnya pukul 17.00 telah sampai di trenggalek,
istirahat sejenak di Pom bensin, seraya melepas penat dan memandang karnaval
yang juga terjadi di trenggalek. Insiden kecil pun terjadi, ketika manyul tanpa
sengaja membuat standing motor ku, dan terjatuh didepan banyaknya kerumunan
peserta karnaval, bukannya membantu kita semua justru mentertawakannya, wajah
malu bercampur bingung melekat membuat kita semakin menertawakannya, dan tanpa
terasa hari semakin senja, arah tujuan kami selanjutnya adalah panggul, sebuah
kecamatan kecil yang akan kami jadikan tempat bermalam.
Kejanggalan
mulai terjadi, ketika jalur yang kami lewati adalah berbukit dan berkelok serta
sepi kendaraan roda dua, yang lalu lalang hanya truck dan truck BBM pertamina,
malam menjelma, dan perjalanan semakin gelap, tak tahu arah tujuan, hanya bisa
terus mengikuti arah mata angin dan ingatan si gendut, maklum lah, ini adalah
jalan menuju rumah kakeknya, ya secara otomatis gendut yang menjadi leader. hmm
jam 19.00 berhenti sejenak, kata gendut estimasi waktu untuk sampai ke panggul
tinggal ½ jam lagi, namun ternyata jalan
yang kami lalui masih dalam proses pemugaran, alhasil 2 jam kita lalui dan
pukul 21.00 baru bisa mencium kasur dirumah saudaranya Gendut.
Pagi menjelma,
pukul 07.00 bergegas mencari sumber suara dentuman ombak yang terdengar ketika
kami terbangun di malam, dan suara ombak terdengar dikejauhan. Dan benar saja,
jalan berbukit nan indah dan sawah yang terhampar telah menanti, jalan tikus
yang kecil cukup untuk dilalui roda 2 telah menangti, mengikuti alur sungai,
akhirnya tiba juga di pantai kecil, bersih, nan elok yang belum terjamah
manusia secara luas, hanya ada sampah
organik dan beberapa kapal nelayan
yang ada, sungguh pantai pasih coklat yang indah.

Picture : (dokumentasi pribadi)
Picture : eastjava.com

Picture : (dokumentasi pribadi)
Picture : eastjava.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar